Thursday, August 7, 2014

Hanabi



Tidak biasanya kota Jakarta sesepi ini. Jalanan yang biasanya padat, menjadi sepi pada malam itu. Entah kemana perginya orang-orang yang selalu pulang membawa kantung belanja ukuran besar, orang-orang yang selalu bergandengan tangan di depan orang yang bahkan tidak punya pasangan. Entahlah kemana mereka pergi. Berkutat dengan masa lalu, mungkin?

Jakarta malam itu sepi. Tapi tidak dengan sebuah acara festival musim panas yang diadakan duta besar Jepang di daerah Blok M. Kerlap-kerlip lampu mampu mengalahkan sunyinya Jakarta saat itu. Stand makanan khas Jepang tersebar di sepanjang jalan, yang kadang diselipi dengan makanan khas Jakarta, kerak telor. Di ujung jalan, panggung besar sudah disediakan untuk para penampil. 

Di tengah ramainya pengunjung festival malam itu sepasang kekasih sedang berjalan berdampingan sambil melihat ke arah stand-stand makanan yang terlihat.

"Ramai sekali. Ternyata budaya asing lebih menarik ya di mata mereka." ungkap lelaki itu, sedikit agak kesal.

"Begitu pula dengan kita, kan? Kalau tidak, tidak mungkin kita berada di sini." Perempuan di sampingnya menjawab dengan sedikit tersenyum, sambil menikmati gulali yang ia pegang di tangan kanannya.

Lelaki itu turut membalasnya dengan senyum. "Iya. Kamu benar." Lalu digenggam tangan perempuan itu lebih erat.

Mereka saling memandang satu sama lain, dan saling berbalas senyum. Lalu tangan lelaki itu tanpa di sadari pasangannya perlahan naik ke atas. Semakin ke atas, dan menyobek beberapa permen gulali si perempuan. Senyum mereka hilang, diganti dengan suara mereka yang sedang tertawa. Keindahan malam itu, mereka lengkapi dengan canda tawa di antara mereka berdua.

"Hei lihat! Memancing ikan mas!" Perempuan itu langsung berlari ke arah permainan tersebut, yang bukan merupakan hal asing di festival musim panas ala Jepang.

Lelaki yang tadi berada di sampingnya menggelengkan kepala, melihat tingkah kekasihnya yang seperti anak kecil. Lalu ia menghampirinya, kadang menertawakan perempuan itu yang sedari tadi tidak juga berhasil menangkap satupun ikan mas tersebut.

"Nih kamu yang coba!" Perempuan itu menantang laki-laki itu yang hanya bisa menertawakannya.

"Baiklah. Siapa takut?" Jawaban lelaki itu disertai dengan berkelakar mengangkat lengan bajunya seperti akan melakukan panco.

Belum sempat lelaki itu mencoba, perhatiannya teralihkan saat melihat seorang anak kecil yang menunjuk ke atas langit. Ia dan perempuan itu pun ikut mendongak ke arah langit, seperti apa yang dilakukan oleh orng-orang di sekitarnya. 

Bunga api.

Itulah yang terlihat. Mereka berdua berlari ke arah tempat yang lebih lapang untuk menyaksikan pertunjukan bunga api tersebut. Daerah festival tersebut tidak banyak terlihat gedung-gedung tinggi sehingga mereka bisa leluasa untuk menikmati indahnya bunga api tersebut.

"Kamu suka?" Tanya lelaki tersebut.

"Suka. Banget." Perempuan itu tersenyum, baik bibir maupun matanya.

Lalu laki-laki itu merangkul perempuan itu. Perempuan itu tidak menolaknya, justru ia datang sendiri ke arah datangnya rangkulan tersebut. Dan perlahan ia menyandarkan kepalanya di pundak lelaki itu. TIdak sampai pundak, hanya sebatas lengan karena perbedaan tinggi mereka. Lalu perempuan itu melingkarkan tangannya ke punggung lelaki itu dari belakang. 

"Bunga api ini sungguh indah. Tetapi mereka tidak indah jika hanya sendiri, atau satu warna. Coba lihat, perpaduan dari berbagai warna yang dilatar belakangi langit malam, itu yang membuat mereka indah. Mereka menari seakan menghibur langit malam yang sedang termenung, langit malam yang sedang kelam. Mereka saling melengkapi."

Lelaki itu hanya mengangguk. Masih terkesima dengan tarian sang bunga api. Sesekali ia menengok kearah perempuan itu. Dan tengokan terakhir, ia mendapati air mata yang keluar dari mata indah perempuan itu.


***

Pertunjukan bunga api sudah selesai. Hari sudah berganti, orang-orang yang mendatangi festival itu juga sudah banyak yang kembali ke rumahnya. Tapi kedua manusia itu masih menikmati ramen, salah satu makanan khas Jepang di salah satu stand. Mengisi tenaga kembali setelah lelah berjalan kesana-kemari pada malam hari. 

Lelaki itu tidak mengatakan apa yang ia lihat di pipi perempuan itu saat  pertunjukan bunga api tadi.

Sedang sang perempuan, sambil menyeruput mie besar itu, melihat ke arah anak kecil yang mengenakan yukata, sebagaimana orang Jepang umumnya pada festival musim panas. Anak itu melihat kearah mereka, dan melambaikan tangan yang langsung dibalas oleh perempuan itu.

"Kamu mau itu?" Kata lelaki itu sambil menunjuk apa yang dikenakan anak kecil tadi

"Tidak juga. Hanya tertarik untuk melihatnya."

Lelaki itu meminum sedikit ocha hangat di sampingnya. "Kalau begitu, nanti akan kubelikan di toko baju ala Jepang di dekat sini. Ulang tahunmu sebentar lagi bukan?"

Mata perempuan itu melihat ke bawah. Mata indahnya terlihat seperti dikelilingi kebingungan, rasa bimbang. Lelaki itu masih menunggu jawabannya.

"Iya." jawab perempuan itu, masih tanpa mellihat ke arah lelaki itu. "Dan aku berharap itu bukan merupakan hadiah terakhirmu."

Lelaki itu terdiam. Mencoba mencermati apa maksud perkataan yang dilontarkan sang kekasih. Ia bertanya kepada perempuan itu apa maksud dia mengatakan hal seperti itu Perempuan itu tidak menjawab. Ia bertanya kembali, kali ini sedikit memaksa. Perempuan itu diam sejenak, dan mulai berbicara.

Di antara keramaian yang sudah reda, diantara dinginnya malam dan kelamnya langit malam, sebuah kata-kata perpisahan terucap dari mulut perempuan itu. Dia menceritakan semuanya dengan berlinang airmata, juga dengan intonasi yang gugup. Sementara itu si lelaki hanya diam mendengar perkataannya. Mata kosongnya terus menatap perempuan itu, tanpa hawa kehadiran.

Di perjalanan pulang, mereka sama sekali tidak berbicara. Ruang kosong di antara mereka hanya diisi dengan keheningan. Benar-benar hening. Hanya suara mesin mobil berjalan yang dapat terdengar. Hanya bunyi derik mobil penumpang yang rusak terdengar berkali-kali. Hanya suara perasaan mereka, yang butuh pertolongan.

Bagaimana bisa mereka bersama, tapi di saat yang sama, mereka tidak lagi bersama?

Tidak ada kata terima kasih ataupun perpisahan di depan rumah perempuan itu. Tidak ada tatapan sayang ataupun kecupan manis di kening mereka malam itu.

Lelaki itu tidak langsung pulang, ia berhenti di salah satu restoran fast food daerah Jakarta Selatan, mungkin untuk menghilangkan kepedihannya. Sambil menikmati satu whopper yang tidak lagi berasa, sebuah trackback tanpa sengaja terputar kembali di ingatannya. Mereka baru memasuki bulan ke empat, tapi harus berpisah karena salah satu orang tua mereka tidak menakdirkan mereka untuk bersama.

Mereka tidak sama, mereka berbeda. Tapi perbedaan lah yang membuat suatu hubungan menjadi menarik. Mereka saling melengkapi. Benar, mereka seperti bunga api. Warna mereka berbeda, tapi jika dilihat bersamaan, hal itu akan menjadi indah.

Hubungan yang singkat itu seperti bunga api. Indah, tapi hanya untuk sementara.

Wednesday, August 6, 2014

Dua orang yang dilanda kebingungan

"Perasaan itu gabisa dipaksa kan?"

Pertanyaan yang diucap perempuan itu bercampur dengan riuhnya suasana tahun baru malam itu. Perempuan itu meletakkan gagang telepon di daun telinganya sambil melihat ke arah luar jendela kamarnya. Dari sana yang terlihat hanya bunga api. Sebenarnya, malam itu sangat indah. Kau bisa melihat awan di antara gelapnya malam. Tapi indah itu disapu oleh terangnya sinar bunga api, membuat hal yang indah itu tidak terlihat. 

Pertanyaan itu ia tanyakan kepada seorang lelaki di ujung telepon. Perempuan itu ingin menceritakan masalahnya kepada lelaki itu. Ia ingin sebuah saran, ia butuh teman bercerita. Karena beberapa hari belakangan ini perempuan itu dilanda kecemasan, kebingungan, dan ketidak pastian.

Beberapa hari lalu, salah satu teman lelakinya mengucap kata sayang kepadanya. Sedangkan perempuan itu, tidak sama sekali mempunyai rasa yang sama, dan menolak untuk menjawab dengan kata-kata yang serupa. Entah apa yang ada di dalam pikiran lelaki itu, tapi jawaban dari perempuan itu membuat lelaki itu mengancam hal yang mengerikan karena ia mendapat jawaban yang tidak diinginkannya dari perempuan itu. Lalu lelaki itu bertanya sekali lagi pada perempuan itu, dan perempuan itu tidak menjawabnya.

Perempuan itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya, perempuan itu tidak bisa mengendalikan situasi yang dihadapinya.

Perempuan yang memiliki mata indah itu masih menunggu jawaban dari teman lelakinya. Matanya menuju ke arah datangnya bunga api. Ia melihatnya, tapi tidak melihatnya. Matanya kosong. Perlahan, dari mata indah perempuan itu diteteskannya airmata. Dahinya berkerut, hidungnya kembang kempis, dan tangannya memeluk erat boneka panda yang sudah basah dijatuhi air matanya.

---

Lelaki itu sedang berada dalam keramaian, tapi sungguh, ia tidak suka keramaian. Beberapa temannya datang untuk merayakan pergantian tahun di rumahnya. Dengan bermodalkan alat musik yang berdawai, mereka sukses membuat suara yang lebih bising dibandingkan bunga api yang menari di atas mereka. Lelaki itu tidak ikut bersuara, hanya tersenyum menikmati suasana yang sedang dialaminya. Lalu handphone samsung miliknya bergetar dan menuliskan nama seorang perempuan.

"Perasaan itu gabisa dipaksa kan?" 

Perempuan yang menghubunginya tidak mengucapkan kata sapa atau sekedar menanyakan kabar, hanya menanyakan pertanyaan itu. Lelaki itu terdiam. Mencoba mencermati maksud perempuan itu bertanya seperti itu di saat seperti ini.

Lalu pesan yang membingungkan itu dilanjut pesan berikutnya yang menjelaskan semuanya. Jadi, menurut lelaki itu masalahnya hanya satu: Perempuan itu takut menyampaikan perasaan sebenarnya, dan perempuan itu terus menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang tidak ia perbuat.

"Kalo emang itu perasaan lo sama dia, ya lo ungkapin lah." Jawab lelaki itu, tegas. "Karena percuma sebuah hubungan tercipta dari satu sisi yang benar sayang, dan satu sisi yang berpura-pura. Tidak akan ada rasa cinta. Hanya ditipu dan berbohong."

Lelaki itu percaya jika cinta itu memang kejam. Bukan cinta namanya jika tidak ada salah satu pihak yang disakiti. Bukan jatuh cinta namanya jika terus terbang melayang, tanpa pernah terjatuh.

Lelaki itu meninggalkan teman-temannya bernyanyi di teras rumahnya. Ia melangkahkan kaki ke kamarnya dan menenggelamkan tubuhnya di kasur miliknya. Lelaki itu sudah sering menjadi sasaran curhat perempuan itu. Walau begitu hal tersebut tidak pernah mengganggunya. Justru dia selalu memperhatikan dengan baik apa yang dikatakan perempuan itu, dan mencarikan jalan terbaik untuknya. 

---

Perempuan itu terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia tidak bisa berteriak, hanya menangis dalam ramai. 

"Lo cuma terlalu takut. Ini bukan salah lo, berhenti nyalahin diri sendiri." kata lelaki itu.

Tapi tetap, perempuan itu terus menyalahkan dirinya sendiri. Sebenarnya dia tipe perempuan yang ceria, tipe yang jika tertawa, suaranya bisa terdengar sampai lantai dua rumahnya. Dan juga perempuan itu memiliki senyum yang manis. Mata indahnya juga ikut tersenyum kala ia tersenyum. Dengan tubuh mungil dan rambut hitam sepunggung, sepertinya ia tipe yang mudah membuat orang terpikat. Sebenarnya temannya itu juga pernah berkata sayang sebelumnya. Tapi saat itu, perempuan itu sedang bersama orang lain.

"Tapi dia udah sayang sama gue setahun yang lalu. Dan dia bilang, setahun itu bukan waktu yang lama."

Kata perempuan itu diucapkannya dengan nada sendu. Perempuan itu sulit untuk jatuh cinta. Jadi untuknya, satu tahun itu waktu yang lama untuk dihabiskan menunggu seseorang. Dia tidak pernah menunggu seseorang selama itu. Meski sulit untuk jatuh cinta, ia tidak mengharapkan seseorang yang istimewa, tidak mengharapkan seseorang yang sempurna. Perempuan itu yakin, tidak ada orang yang seperti itu. Manusia sesempurna itu hanya pernah ia temui di novel-novel romance yang pernah ia baca.

---

"Ini sudah larut malam. Gue tutup ya teleponnya."

Perempuan itu mematikan sambungan komunikasi di antara mereka, masih dengan suara tangis. Percakapan mereka terjadi selama dua jam. Ini salah satu percakapan di telepon terlama yang pernah lelaki itu lakukan. Dari teman-temannya masih bernyanyi, sampai hanya sisa makanan dari mereka yang bersisa di teras rumahnya. Dan meski sudah selama itu, perempuan itu tidak juga mengerti, tidak juga menemukan jawabannya.

Lelaki itu menghembuskan napas panjang dan mengedipkan beberapa kali kelopak matanya sambil menggelengkan kepala. Ia bingung, kenapa bisa serumit ini. Diantara ratusan kata dari percakapan panjang mereka, lelaki itu teringat salah satu kalimat yang perempuan itu ucapkan. 

"Tapi dia udah sayang sama gue setahun yang lalu. Dan dia bilang, setahun itu bukan waktu yang lama."

Waktu yang lama? Mungkin Perempuan itu serta temannya bisa merasa satu tahun itu waktu yang lama, tapi tidak dengan dia. Bertolak belakang dengan perempuan tadi yang sulit untuk jatuh cinta, lelaki itu sangat mudah jatuh cinta. Tapi entahlah bisa disebut jatuh cinta atau tidak. Mungkin lebih tepat untuk dibilang hanya sekedar suka. 

Lelaki itu memang mudah suka kepada orang lain, tetapi ketika dia benar-benar jatuh cinta kepada orang lain, dia benar-benar cinta dan akan terus menunggu orang itu. Walaupun sebenarnya lelaki itu bingung, penantian itu bentuk dari kesetiaan, atau hanya keputusasaan?

Jika memang satu tahun adalah waktu yang lama, bagaimana jika ada seseorang yang menunggu lebih lama daripada itu?

Lalu bagaimana dengan lelaki ini yang sudah memendam rasa kepada perempuan itu selama hampir empat tahun?

Friday, July 4, 2014

Hujan yang membangkitkan kenangan



Bahkan secangkir kopi panas belum cukup untuk menghilangkan dingin di tubuhku. Hujan yang sedari tadi pagi mengguyur kota Jakarta inilah yang menyebabkan itu. Langit terus-menerus diselimuti awan yang sangat gelap, matahari tidak muncul seakan-akan menjadikan hari kemarin hari terakhir kita melihatnya.

Aku tidak pernah membenci hujan. Bahkan, aku menyukainya. Seperti hujan pada malam hari, yang selalu membantu kita menghilangkan lelah, serta gerah setelah sepanjang hari terus bermandikan sinar matahari. Udara yang dingin, memanjakan kita untuk segera beranjak ke tempat tidur dan beristirahat.

Seusai hujan, hidung kita dimanjakan aroma tanah bercampur air hujan, sinar matahari yang perlahan muncul dari awan gelap dan terkadang akan diikuti dengan indahnya pelangi. Satu hal lagi tentang hujan yang selalu aku sukai. Setiap kali aku memandang hujan, ia selalu memaksaku untuk membangkitkan kenangan masa lalu. Tapi selain itu, sebenarnya apa yang membuat aku sangat menyukai hujan?

Sambil terus mengaduk kopi panasku, aku memandang ke arah jendela kafe ini, yang merupakan kafe favorit kita. Seperti yang kubilang tadi, hujan membangkitkan kenangan masa lalu. Perlahan, pikiranku dipaksa mengawang, pengelihatanku memudar, dan...


---


"Hei, kok bengong aja?" Tanya perempuan di depanku, pengelihatanku masih pudar, belum pulih sempurna.

Aku terkejut, bagaimana bisa seseorang bisa tiba-tiba muncul tepat di depanku, padahal tadi kursi itu kosong?

"Hei, jawab dong!" Paksa perempuan itu, yang perlahan mulai jelas

Aku lalu terdiam setelah wajah tersebut dapat terlihat dengan jelas. Wajah yang pernah aku kenal. Wajah yang tidak pernah aku lupakan. Iya, perempuan yang tiba-tiba bertanya kepadaku tadi adalah kamu. Tunggu, bagaimana bisa kamu ada disini? Aku sangat yakin dari pertama aku masuk kafe ini, aku sendiri.

Kamu mengernyitkan dahi, menunggu jawaban dariku.

"Jawab? Jawab apa" Aku hanya menjawab sebisaku, karena aku tidak tahu apa yang kamu tanyakan

"Iya, gimana post kamu di blogmu yang kemarin kamu kasih liat ke aku? Aku penasaran banget lanjutan ceritanya, cepetan di posting dong!" Lanjutmu dengan mata berbinar

Aku masih terdiam, masih tidak tahu apa yang terjadi dengan ku. "Eh.. I, Iya nanti aku kasih tau kalau udah di post." aku menjawab dengan jawaban yang aman, diikuti dengan anggukanmu.

Aku melihat keadaan sekelilingku, yang masih terasa aneh. Aku melihat ke arah pelayan kafe yang nampak memakai baju berbeda saat aku memesan kopi panasku. Celana bahan dan baju kemeja putih yang tadi aku lihat, sekarang berganti menjadi celana jeans ditambah kemeja kotak-kotak. Bagaimana bisa mereka mengganti bajunya secepat ini? batinku. Dan bagaimana bisa, kamu tepat ada di depanku?

Aku mengalihkan pandangan kepadamu yang saat itu mengenakan dress ungu yang tampak begitu serasi dengan kulit putihmu. Tunggu. Postingan di blogku? Aku merasa aku pernah mengalami ini. Ya, pertanyaanmu tentang blogku! Wajahku semakin memucat, bibirku terasa kering. Benar, aku pernah mengalami ini. Tapi itu sudah 2 tahun yang lalu.

Keringatku mengucur deras. Tanganku gemetar. Aku melihat kearah jendela dan mendapati langit yang cerah, jalanan kering yang menandakan tidak ada hujan hari ini, berbeda dengan yang tadi. Bagaimana bisa aku terlambat menyadari hal seperti itu? Hujan. Hujan benar-benar membawaku ke masa lalu.

"Hei, lusa bisa temenin aku ke toko buku ngga? Ada novel yang baru keluar nih, aku mau beli !" Ajakmu, membuyarkan kepanikanku.

"Eh? Emm, gimana ya.."

Aku sungguh tidak tahu jawaban apa yang harus kuberikan. Karena aku tidak tahu berapa lama aku akan berada pada masa ini.

"Ayo dong... aku sendiri kok yang bayar. Janji deh!" Sambil memajukan kelingkingmu, kamu tersenyum. Senyum yang selalu aku rindukan selama 2 tahun ini.

Sambil mengaitkan jariku ke jarimu aku menjawab "Iya. Nanti aku temenin." Kamu dan aku lalu tersenyum.

Hujan membawaku ke masa lalu. Dan hujan, membangkitkan kenanganku bersamamu.

Setelah melihat senyummu, aku tidak peduli hal apa yang sedang terjadi padaku, aku tidak peduli berada di tahun berapa. Aku hanya ingin bersamamu. Karena 2 tahun setelah ini, aku akan kehilanganmu.

Kita kembali bercakap. Aku menanyakan kuliahmu yang sebentar lagi selesai, dan kamu juga menanyakan tentang kerjaanku yang selalu meliput kesana kemari, tetapi masih bisa menemanimu. Dan tanpa aku tanya, kamu tiba-tiba bercerita tentangmu yang selalu suka akan hujan. Kamu sangat bersemangat, sampai aku tidak bisa memotong omonganmu. Aku hanya bisa mendengarkan apa yang kamu katakan.

Percakapan kita dihentikan dengan bunyi petir yang sangat keras. Diluar sana, entah sejak kapan awan hitam mulai menyelimuti langit cerah. Dan bersamaan dengan hal itu, pengelihatanku kembali memudar, kepalaku pening. Aku berteriak kencang, meminta tolong.


---


Akhirnya berhenti. Aku kembali duduk di bangku kafe yang dari entah kapan aku datangi. Dan kali ini, kembali tanpa kehadiranmu. Apakah aku sudah kembali ? Aku kembali melihat sekelilingku. Diluar tetap hujan. Kali ini aku melihat ke dalam kafe dan mendapati kalender yang bertuliskan tahun 2013. Aku belum kembali. Ini masih satu tahun sebelum masaku.

Tapi, ingatan apa kali ini? Aku kembali melihat kalender, tanggal 25 November. Oh, aku ingat. Ini satu minggu setelah kamu meninggalkanku. Di hari ini, aku akan bertemu denganmu dan...

Belum sempat aku mengingatnya, pintu depan kafe terbuka dan terlihat sosokmu. Kamu datang dengan senyum, lalu melihat kesana-kemari mencari kursi kosong untuk tempatmu duduk. Saat mencari, kamu menemukan diriku. Senyum di bibirmu hilang, tubuhmu gemetar. Lalu kamu memalingkan wajahmu dan langsung menuju kursi yang kosong.

Kamu duduk, dan tidak lama kemudian seorang laki-laki datang menghampiri dirimu. Kalian berdua sama-sama tersenyum, dan terlibat dalam perbincangan serius. Di kafe itu kamu melihatku, tapi tidak menyapaku. Seolah-olah, kita ini tidak pernah saling mengenal.

Tanganku serasa ditetesi sesuatu. Air? Ternyata bukan, melainkan air mataku. Aku menangis, bahkan tanpa kusadari. Aku menundukan wajahku, mencoba menyembunyikan air mataku dari siapapun yang berada di kafe malam itu. Lalu...


---


"Mas, jangan tidur disini mas." Ucap seseorang sambil menggoyangkan tubuhku.

Ternyata aku dibangunkan oleh seorang pelayan yang mengenakan celana bahan dan kemeja putih. Sambil mengedipkan mata, batinku berkata Aku sudah kembali

"Sudah berapa jam mas saya tertidur?"

"Hampir 2 jam mas. 1 jam lagi kami tutup." Jawaban itu disertai anggukan dari ku.

Diluar masih hujan, tapi tidak sederas tadi. Aku yakin, tadi aku bukan bermimpi. Karena aku masih bisa mengingat, dan merasakan apa yang baru saja terjadi. Kejadian yang aneh bukan?

Setidaknya kejadian itu bisa mengingatkanku, mengapa aku menyukai hujan. Mungkin, alasannya itu kamu. Kamu yang mengenalkanku pada hujan. Dan di kafe ini, ditemani kopi panas ku yang sudah dingin, aku berharap kamu kembali muncul dari pintu depan kafe ini. Tetapi, tanpa disertai laki-laki sesudahnya.

Tapi aku tahu, aku tidak bisa kembali ke masa lalu, dan merubahnya. Aku hanya bisa menerima kenyataan pahit bahwa kau kini tidak lagi bersamaku. Kenyataan pahit bahwa kita, tidak akan pernah lagi bersama.

Walau begitu, aku senang karena hujan membangkitkan kenangan indah bersamamu.


Tertanda,
Seseorang yang pernah kamu kenal

Monday, June 23, 2014

Standupfest 2014 !



KAMPRET ! Sekitar seminggu yang lalu, rahang gue dipaksa bekerja keras. Bukan karena ngunyah kuwaci 100 biji ataupun ngupas durian pake gigi. Tapi seminggu yang lalu rahang gue lemes karena di Tennis Indoor Senayan, ada acara keren. Stand-Up Comedy Festival 2014 !

Ini tahun kedua Metro TV dan StandUpIndo menyelenggarakan StandupFest. Tahun lalu, acaranya dilaksanain di Hall Basket Senayan. Tahun ini di Tennis Indoor. Alhamdulillah gue bisa nonton dua-duanya. *usap keringet* Nah, disini gue bakal ngomongin beberapa hal yang ada di StandupFest tahun ini beserta perbandingannya sama tahun lalu. 

1. Suhu Udara

Beruntunglah orang-orang yang baru nonton StandupFest tahun ini. Bertempat di Tennis Indoor yang AC nya dingin banget. Apalagi, ditambah hujan. Sungguh, suhu dingin ditambah ngakak berkali-kali bukanlah perpaduan yang bagus. Kencing mulu cyin. Nah, sedangkan tahun lalu yang diadakan di Hall Basket, panas banget. Hanya ada beberapa kipas angin, tanpa ada AC sama sekali. Terasa panas, gerah dan juga sumpek. Apalagi ditambah bau keringat ratusan orang yang hadir. Gue udah siap mati saat itu.

2. Sound

2013, gue gak merasa soundnya bermasalah. Mungkin karena venue-nya yang emang gak terlalu besar. Tapi kemaren saat gue duduk di tribun, materi yang disampaikan sama si comic ngga terdengar dengan jelas sehingga gue sampai harus pindah ke bawah. Ini sebenernya kasian juga sama comicnya, materinya udah lucu, tapi yang ketawa cuma dibawah. Untungnya, hari keduanya masalah itu udah selesai. Alhamdulillah.

3. Lighting 

Entah cuma gue doang atau ada juga yang mempermasalahkan lampu sorot dari atas yang menyorot si comic. Buat gue itu terang banget. Susah untuk melihat muka si comic. Apalagi pas dia lagi act out. Dan di beberapa foto, gue ngeliat juga beberapa hasil foto tidak maksimal karena cahaya yang datang dari belakang si comic. Jadi mungkin kedepannya lampunya bisa agak di remangkan biar kayak kelabing.

4. Comic

Gue ngga tau tepatnya ada berapa comic yang tampil minggu dan tahun lalu. Tapi ada beberapa comic yang tadinya ada di 2013 maupun yang tidak ada, sekarang ada dan tampil di 2014, walaupun malah ada beberapa yang justru tidak ada. Kebanyakan comic yang baru tampil adalah comic yang pada tahun lalu masih berkompetisi di SUCI KompasTV ataupun di Street Comedy. Begitu pula dengan yang dulu ada dan sekarang tidak. Contohnya David Nurbianto yang sekarang sedang berkompetisi di SUCI4. Untuk penampilan comicnya, ya kayak biasa. Ge Pamungkas dengan Act Outnya, Mongol dengan kehomoannya, dan Sammy dengan politiknya. Sedangkan untuk comic paling lucu, itu sebenernya masalah selera. Tapi buat gue, Awwe tetep paling lucu menurut gue. Begitu juga tahun 2013.

5. Street Comedy 4

Street Comedy pertama, juaranya Adjis Doaibu. Kedua, juaranya Bintang Timur. Ketiga, Yanto Blek. Ada yang lucu dari ketiga juara Street Comedy sebelumnya. Semuanya dari kota Bekasi. Nah, di tahun ini juga Street Comedy diselenggarakan dan tidak kalah lucu dibanding tahun sebelumnya. Bahkan menurut gue, ini yang paling lucu. Walaupun memang ada beberapa comic yang nge-bomb. Tapi menurut gue itu bukan masalah dia ngga lucu. Tapi penonton yang udah capek ketawa sejak awal, sehingga materi mereka yang sebenernya (menurut gue) lucu, tapi sedikit yang tertawa. Dan juaranya? Denny Gitong. Gue sampe standing applause saat dia selesai standup dan dipilih jadi juara. Dan dia dari kota Cikarang. Cikarang kabupatennya? Bekasi. #PrideOfBekasi

6. Blue Stage

Tahun lalu, outdoor stage cuma ada 1 untuk openmic dan meet and greet dan kuis. Tapi tahun ini ada tambahan. Blue Stage. Dari namanya aja udah ketauan fungsinya buat apaan. Sebenernya stage ini juga buat openmic dan kuis. Tapi dengan materi yang blue. Banyak yang menentang, walaupun menurut gua, sah-sah aja sebenernya kalo ada comic yang standup dengan materi blue. Karena dalam komedi sendiri ada yang namanya Blue Comedy. Ditambah, acara ini kan emang ditujukan untuk anak muda yang mungkin sebagian besar dapat menerima materi kayak gini. Walaupun besar kemungkinan akan ada anak kecil yang datang dan banyak orang yang mungkin agak sensitif jika membahas kayak gini. Jujur, gue ketawa ngedenger blue materi, tapi gue lebih suka sama comic yang gak ngomongin itu. Karena untuk lucu, gaperlu ngomongin itu. Tapi diluar itu semua, sebenernya sah-sah aja.


Sebenernya masih banyak yang pengen gua omongin di StandUpFest kemaren kayak makanan, merchandise dan lainnya, tapi kayaknya postnya udah kepanjangan. Terima kasih kepada kakak-kakak volunteer berbaju oranye yang berkat kalian acara bisa berjalan dengan lancar dan bahagia. Semoga kedepannya bisa lebih baik. Viva La Komtung ! 

P.S : Ohiya, Raditya Dika nya ngga ada.


Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa comment ya! Maaf kalau belum disertai foto :)

Saturday, May 31, 2014

Here I Come, England



"Pernah gak, lo nemuin cinta pertama lo, terus lo pengen banget bisa ketemu dia secara langsung gimanapun caranya itu?" Tanyaku kepada Abdul sambil mengaduk segelas cokelat panas.

"Maksud lo?" Jawab Abdul yang juga sambil mengaduk minuman miliknya. "Ohh, tentang rencana lo yang pergi ke london itu?" lanjutnya.

"Iya dul. Menurut lo gimana?" tanyaku kembali. "Gue sih uangnya udah ada. Cuma tinggal nyari penginapan gitu. Lo ada ngga, kenalan di London?"

"Lo mungkin agak gila sih. Pergi ke London cuma pengen ketemu cinta pertama lo yang gajelas gitu? Gila, cerita FTV aja kalah sama kisah lo." Jawabnya dengan nada agak tinggi

"Ya namanya juga cinta, dul. Udahlah, lo ada kenalan ngga disana?" Lanjutku agak kesal.

Lalu Abdul memberiku beberapa nomor. Dua-duanya merupakan bekas rekan kerja Abdul yang menetap di London. Yang pertama, seorang lelaki. Yang kedua, seorang wanita. Aku memilih yang kedua, karena ia ternyata seorang jurnalis di London. Aku tidak tahu mengapa, tapi sepertinya itu tindakan yang tepat. Setidaknya bagiku, ini pilihan yang aman. Aku menelepon perempuan itu, mengatur janji dengannya dan tempat mana saja yang akan aku kunjungin nantinya.

Satu persatu baju aku lipat rapi sebelum dimasukkan ke koper. Memisahkan antara baju yang akan dibawa, dan ditinggal di Indonesia. Setelah selesai, aku menutup resleting koper, dan menguncinya dengan kunci kombinasi. Semuanya sudah siap, pikirku. Paspor, tiket, semuanya sudah kuatur rapi di meja. Aku merebahkan tubuhku di kasur. Mencoba mengingat awal mula aku bersikeras untuk pergi ke London. 

Aku bertemu dengan dia sekitar 3 tahun lalu. Cinta pada pandangan pertama. Dari mata, lalu turun ke hati. Tapi dia amat sangat jauh dari tempatku. Kami terpisah 2 benua. Dan selama 3 tahun ini, aku mencoba melakukan segalanya untuk bertemu dengannya. Ternyata memang benar kalau cinta itu bisa datang kapan saja, dan dengan siapa saja. Demi dia, aku berani pergi ke belahan dunia lain. Demi cinta, orang bisa berbuat sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya. Aku terus bermain dengan khayalanku, mencoba mengingat masa lalu. Dan tanpa sadar, aku menutup mataku dan mulai terlelap.

Aku terbangun dari tidurku. Jam menunjukan pukul 4 pagi. Aku terbangun di waktu yang tepat. Jam 7 pagi, aku sudah harus berada di bandara, menunggu pesawat jurusan London. Aku mengambil handuk dan bersiap mandi. Air mandi pukul 4 pagi sangat cukup untuk membuatku mengigil yang kurasa pas untuk memulai hari ini. I'm too excited. Kaus biru bergambar Captain America yang kupakai terlihat sangat rapi di kaca kamarku. Sambil mengambil koper aku mengucap, Here I come, England.


---


Heathrow Airport. Akhirnya, sampai juga. Inggris, negara yang dari dulu ingin aku datangi. Aku terpesona melihat kota ini di televisi. Sambil menontonnya, aku kadang bergumam ingin pergi kesana suatu hari nanti. Akhirnya, aku menginjakan kaki di negeri impianku. Sebuah mimpi yang akan menjadi kenyataan. Aku mengawali sebuah kisah, yang pasti akan menjadi indah nantinya. 

Sudah terbayang megahnya Big Ben, besarnya London Eye dan bangunan unik nan bersejarah milik Inggris lainnya. Sambil berkhayal, aku mencari Naya, teman kerja Abdul yang nantinya akan menemaniku berkeliling kota London selama seminggu ini. 

"Lo Tyo kan?" Ucap sebuah suara, memanggil namaku.

Aku mengalihkan pandanganku, dan menemukan perempuan bertubuh lumayan kecil dengan wajah oriental Indonesia. "Iya. Lo Naya? Temennya si Abdul?"

"Iya. Salam kenal, ya. Jadi lo mau langsung ke hotel atau keliling-keliling dulu?" Tawarnya

Aku melirik jam tangan milikku, dan menjawab "Keliling dulu aja deh. Sekalian ke tempat itu. Tau kan?"

"Ohh, tau kok. Yaudah yuk"

Tempat yang akan kutuju adalah tempat antara aku dan dia akan bertemu. Sambil mendengarkan Naya menjelaskan tentang kegiatan di London yang selalu ramai, aku memandang keluar jendela mobil dan menikmati setiap bangunan khas Britania yang kami lewati. Tak lama kemudian, sebuah roda besar terlihat di luar sana. London Eye. Salah satu yang terkenal di kota London. Aku sudah tidak sabar untuk melihatnya lebih dekat. Juga melihat Buckingham Palace, Bigben. Aku tidak sabar untuk melihat semuanya.

"Nih, udah sampai. Mau turun ga?" Naya membuyarkan lamunanku.

"Boleh. Sekalian mau liat-liat."

Hornsey Rd, London N7 7AJ, United Kingdom. 

Disitu, aku melihat dia. Dia yang selama ini aku cari. Dan akhirnya, di tempat ini kita bisa bertemu. Tepatnya di Emirates Stadium. Aku bertemu cinta pertamaku, Arsenal FC. 

Dan semoga, semua ceritaku ini bisa membawaku kesana.




This Blog Post is entry for #InggrisGratis Mr. Potato

Saturday, May 17, 2014

" Meet "



Kata orang, setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan.

Aku mengenal dia sebenarnya sudah lama. Tapi aku memendam perasaan kepadanya, jauh lebih lama. Sampai pada saat itu, satu-satunya hal yang pernah aku berikan ke dia. Sebuah tulisan, sebuah "surat" untuk dirinya yang sedang berulang tahun. Dari situ, aku baru benar-benar mengenal dia. Kami saling mengenal satu sama lain. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari. Dan aku, sangat menikmati saat-saatku bersama dia.

Musim panas 2 tahun lalu, aku ingin mengutarakan perasaanku kepadanya. Ingin melantunkan sebuah perkataan jujur, yang selama ini harus aku pendam. Tapi sebenarnya aku takut. Aku takut itu justru akan merusak "hubungan" ku dengan dia. Tapi, justru saat malam musim panas itu malah dia yang mengutarakan sesuatu. Dia, akan pindah ke Singapura. Walau begitu, kami tetap memiliki "hubungan" . Kami mempunyai janji, yang kami sebut janji musim panas.

Aku merindukannya. Aku rindu akan senyumnya. Aku rindu akan matanya yang menyipit kala dia tertawa. Aku merindukan semua hal tentang dia, termasuk hari-hariku bersama dia. Dalam sesaat, semua kembali seperti dulu lagi. Aku hanya bisa menyapanya melalui social media. Bedanya, kalau dulu  aku masih bisa melihat dirinya secara langsung, tapi sekarang tidak.

Akhirnya pada saat musim panas setahun yang lalu, aku bisa kembali tersenyum. Aku akhirnya bisa kembali melihat senyumnya, senyum dirinya yang nyata, bukan hanya sekedar foto atau apapun itu. Walau hanya sesaat, dia kembali. Kami bernostalgia. Kami membicarakan hal masa lalu bersama. Sesekali, kami tertawa. Aku ingin terus berada pada situasi seperti ini. Aku ingin terus, bersama dengan dia.

Setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan.

Hari itu, adalah hari terakhir aku melihat dia. Sudah 2 tahun belakangan ini dia menghilang. Social media, SMS, atau apapun itu tidak dapat menyambungkanku kepada dia. Janji kami, sekarang hanya tinggal janji yang mungkin tidak akan pernah bisa ditepati lagi. Aku benar-benar sendiri. Aku benar-benar kehilangan cara untuk menghubungi dia. Aku benar-benar kehilangan dia.

Kadang aku berpikir, untuk menyusulnya ke Singapura, sebelum aku sadar bahwa ternyata dana yang kupunya kurang untuk menyusul dia. Aku mencoba pasrah, mencoba melupakan segalanya tentang dia. Aku hanya berharap tidak terjadi apapun kepadanya. Dan aku berharap, di negeri seberang sana, dia masih terus memancarkan senyumnya seperti yang dia lakukan saat bersamaku.

Setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan. 

Sekarang aku mengerti maksud kata-kata itu. Pertemuan tak selamanya indah. Itu hanya bersifat sementara. Diujung pertemuan, pasti selalu ada perpisahan. Perpisahan yang memutus segalanya tentang pertemuan.

Aku masih ingat betapa bahagianya aku saat aku mengenal, saat aku berbicara kepada dia. Dan sekarang aku merasakan, rasanya saat aku kehilangan dia. Aku tidak pernah mengutarakan perasaanku kepada dia. Dan itu, tak akan pernah terjadi lagi.

Setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan. Kalau begitu, untuk apa kita pernah bertemu?

Dan bersamaan dengan selesainya tulisan ini, aku harap aku bisa melupakan dia.

Tuesday, May 6, 2014

Dongeng malam hari

Nah, sebelum kamu tidur, yuk sini aku ceritain sebuah cerita. Yuk mari...

Pada suatu hari, hiduplah sebuah suku yang sangat bodoh. Sebut saja suku bodoh. Sebenarnya mereka pintar, otak mereka cerdas, fisik mereka diberkati. Tapi mereka bodoh karena kesalahan mereka sendiri. Mereka menyakiti diri mereka sendiri. Mereka terlalu bergantung pada suatu benda, tanpa benda tersebut, mereka akan sulit untuk hidup walau hanya untuk 1 hari. Sebut saja benda itu benda terkutuk. Yang jika kita mencobanya, kita akan tenggelam dalam kegelapan untuk selama-lamanya.

Di masa kini, keturunan mereka meluas ke seluruh dunia. Wajah mereka bermacam-macam. Mereka berbeda-beda ras, agama, suku, negara. Tapi mereka tetaplah keturunan si suku bodoh. Bahkan, lebih dari 3/4 penduduk bumi adalah keturunan, serta pengikutnya.

Dan ironisnya, benda terkutuk mereka sudah hampir mengelabui seluruh manusia di muka bumi ini. Sudah banyak produsen yang membuat ulang benda terkutuk itu. Sebenarnya, banyak makhluk bumi lain yang menentang mereka. Tapi ketika diingatkan, mereka hanya tertawa dan berkata "Kalo kalian gak kayak kita, kalian itu payah, cupu, gak modern!"

Dan produsen yang membuat benda tersebut, kadang suka membuat iklan yang aneh. Kata-kata di tagline produk mereka sangatlah menarik, seakan berkata bahwa kita ini "gentleman" . Bahkan iklannya saja ada yang sedang naik kuda. Apa hubungannya? Maksudnya, apa salah kuda tersebut sampai harus ikut-ikutan berdosa?

Dan setelah semakin banyak yang menentang, sekarang ada peringatan di produk benda terkutuk tersebut :

"Merokok Membunuhmu"

Dan keturunan suku tersebut, sekarang dikenal dengan perokok.


Nah gitu adek-adek. Jadi kalo kalian besar nanti, jangan ikuti jejak mereka ya. Nanti digigit nyamuk. Nyamuknya segede gajah. Nah, sekarang tidur dulu yuk. *matiin lampu*